Sabtu, 29 Januari 2011

Road to Bandung part II

3 Februari 2010


Huaaaahhhhhh………..setelah tertidur selama hampir 5 jam, kami (aku dan jegu) pun terbangun setelah mendengar riuh rendah suara adzan yang menggetarkan insan setiap orang yang merasa terpanggil dengan alunan merdu muadzin yang bahkan dirasa mampu mengguncang dunia, membuat semua aktivitas kehidupan kembali berdenyut meramaikan galaksi dan supernova yang kian bergerak cepat.

* ada yang paham saya nulis apa ? maklum setelah liat sepakbola *apa hubungannya coba?

Oeklah kalo beguncrat, perjalanan besar kami pun segera dipersiapkan. Memulai pagi yang cerah ini dengan rutinitas “panggilan alam” (g perlu diceritakan kan? wakakaak), lantas menyusun jadwal keberangkatan dan tujuan, dan ngliwet. Memang untuk menghemat pengeluaran, jegu berinisiatif untuk menanak nasi untuk kami berdua lho, ohhhhh……..so sweat ! (bukan sangat berkeringat ya ,hihihi).

Setelah menyiapkan amunisi lengkap (permen, kamera+full battery charge, uang angkot, air minum, wajah imut untuk narsis *nah lo, ini yang bikin lama, hehehe), kami pun segera bersiap berangkat. Mulai dari sekarang, cerita akan dibagi setiap tujuan ya, biar kami kelihatan benar-benar mengobrak-abrik Bandung setelah melihat banyaknya objek yang kami kunjungi. Hahaha ……..:D

* oh ya sekedar info, karena dari teman-teman ST Telkom dan ITB pada punya acara masing-masing dan g ada yang bisa dipinjem motornya, maka semua kisah perjalanan di Bandung ini, (mau g mau) ditempuh dengan jalan kaki dan sesekali naik angkot lho. Yah, itung-itung berpartisipasi untuk menuju Indonesia Sehat 2020



1. ST Telkom

Well, inilah objek pertama kami, sebenarnya sih tempat ini g ada dalam benak dan pikiran saya, tapi karena harus menemani jegu registrasi, ya sudah saya anggap saja saya sedang study banding ke sini gitu. Wakakakak. Sebelum sampai di tempat ini, yang letaknya tak begitu jauh dari kosnya jegu, ya kira-kira kalau di Jogja sih jarak antara Bunderan UGM sampai ke GSP. CUMA ! pake acara muter-muter dulu gitu. Yah ! jalanan kampung di sini memang semacam labirin bagi saya, sumpah ! lebih parah daripada jalanan kampung Kricak kebanggaan saya.

Sebagai perbandingan, kalau di kampung saya itu, motor dan becak masih bisa lewat jalan kampung, nah kalau di sini, bregedhek ciu-ciu jalan berdua berdampingan pun susah banget, hadudu parah banget. Mana waktu dah mau nyampe, kami perlu nglewatin kawanan bebek kotor gitu, terus pas lewat jembatannya, hadudu ada sungai yang lebih parah daripada Kali Code, hadududu…..(Bersyukurlah teman, Code kita masih bisa dibilang bersih, oleh karena itu jagalah Code kita bersama ! *lah? Malah pidato lingkungan hidup).

Akhirnya sampai juga di ST Telkom. Lingkungan kampusnya lumayan enak sih menurut saya. Teduh, rindang, iyup (lah? Apa bedanya? hohoho), lumayan banyak pohonnya deh. Terus pas liat ke arah utara, aku juga melihat bahwa pembangunan besar-besaran masih dilakukan oleh ST Telkom gitu. Gedungnya aja yang bangun juga kontraktor ternama yang memakai lambing huruf “W” (bukan Wareg,-red.) Gedungnya sih kalau dah jadi bakalan terlihat megah lho. Keren pokoknya ! selamat deh Telkom ^^

Lantas, setelah jegu menyelesaikan hajatnya (emang habis eek mas? wakakak), saya pun berfoto ria di sini. Dengan background kampus yang (masih) keren, saya pun (terpaksa) terlihat ganteng. Hahaha :D

Setelah puas berfoto, kami pun mampir di kosnya gege, eh namun ternyata dia dah pulang lagi ke Purworejo. Ya sudahlah, kami Cuma ngobrol dengan teman samping kamarnya yang namanya Edo gitu. Nah, yang aneh dari Edo ini adalah dia minta dibelikan nasi bungkus di samping kosnya itu. Padahal sumpah, kosnya itu benee-bener deket dengan warung makannya (nempel malahan) dan dia nunggu di depan pintu gerbang gitu (wah jan, ngrepoti banget ni anak, huuu……). Dari kosnya gege, kami pun beranjak menuju Gedung Merdeka menggunakan angkot.

* berdasarkan survey dari hampir seluruh sampel angkot ketika 2 hari saya berada di Bandung, diperoleh hasil bahwa setiap angkot PASTI ada Neng Geulis –nya minimal 1, hadudu…..wealah benar-benar bikin betah og, wakakaakk


2. Gedung Merdeka

Oke, setelah berputar-putar dengan angkot yang g jelas dan cukup puas memandangi Neng Geulis yang berserakan di Bandung ini, hahaha. Kami pun sampai juga di Gedung Merdeka. Nah, sebelum memasuki gedung ini, kami sempat berfoto ria di samping tugu perjanjian KAA yang lumayan tinggi juga si. Lantas, kami juga berfoto di depan Gedung Merdeka dengan background tulisan Gedung Merdeka gitu. Setelah dirasa cukup, kami pun masuk ke gedung tersebut.

Namun, tiba-tiba………CENTENG…..TIUNG……DHUER…..GUBRAK !, sang penjaga gedung mencegat kami dan berkata bahwa gedungnya sedang ditutup karena sedang ada acara. Hadudu………ya sudah deh, minimal dapat fotonya, hehehe

* oh ya, lalu lintas di Bandung itu g terlalu bagus penataannya lho. Buktinya aja waktu kami mau nyeberang jalan. Hadudu susah banget, padahal kami itu dah kelihatan melo-melo menggunakan jaket khas merah berani milik PD SMA 3 lho. hohoho



3. Museum KAA (Konferensi Asia Afrika)

Tak masuk Gedung Merdeka, KAA pun siap disampingnya. Yah, setelah gagal masuk Gedung Merdeka, kami pun beranjak menuju Museum KAA yang berada tepat di samping Gedung Merdeka, KAMI JALAN LHO, (ya iyalah deket banget og, hehehe). Dan entah kenapa, langsung terbersit di dalam ingatan adalah tentang pelajaran sejarah kelas 5 SD, yang masih saya ingat tentang KAA cuma tahun 1955, terus hasilnya ada Dasasila Bandung, wakil tiap Negara ada banyak, yang masih ingat sih Cuma U Nu (mirip merk lem soalnya, dan bisa jadi bahan ejekan soalnya “hey, U Nu mu maju !”, hahaha), terus Gamal Abdul Nasser (mirip nama pak RT saya dulu soalnya yaitu pak Nasir), lanjut ada Sir John Kotelawala (mirip rangkaian nama makanan soalnya yaitu “cocktail tela dan wala” * maksa banget, tapi beneran gara-gara itu aku ingetnya, hahaha).

Setelah mengisi buku tamu dan sedikit berbasa-basi dengan resepsionisnya yang lumayan lucu dan mau menanggapi ocehan saya, kami pun bergerak memasuki gedung yang lumayan megah ini. Baru berjalan sekitar 7 langkah, eh kami dah berhenti lagi karena nemu stage yang bagus untuk berfoto ria (hahaha, sumpah narsis banget). Mungkin karena sudah suka dengan kami dan pengen membantu kami, sang resepsionis pun ambil bagian dalam pemotretan kali ini.

Dia menawarkan untuk menjadi fotografer kami. Ya sudahlah mbak-mbak yang sedang PKL ini memang baik, dia adalah arek Surabaya yang kuliah di jurusan PR di UnPad (di bagian berikutnya saya juga akan bercerita tentang UnPad, hohoho).

Lantas, kami meringsek memasuki ruangan demi ruangan yang sumpah! Keren banget :D. meskipun terdapat larangan mengambil gambar, tetap saja kami nekad berfoto rai eh ria (maaf ya mbak-mbak arek Surabaya, kami mengabaikan laranganmu, hohoho). Keren banget og museum ini, apalagi setelah ana rombongan anak dari SMA di Bandung juga memasuki gedung ini (wahwahwah, semakin nyaman kami di sini, hahaha :D)

Semua ruangan telah kami jelajahi dan akhirnya kami sampai di penghujung gedung ini. Karena penasaran, sebelum keluar kami menyempatkan diri untuk mampir di perpustakaan Museum KAA ini. Di dalamnya terdapat banyak buku yang luar biasa……tebalnya, maksudnya, hehehe :p. nah, 1 hal yang menarik perhatian kami adalah adanya AKSES INTERNET GRATIS, hihohiho. Sembari mengecek email, kami juga browsing mengenai objek wisata+peta+alamat objek wisata di Bandung (benar-benar memanfaatkan fasilitas gratis ini pokoknya, hehehe). Eh, baru 3 menit di sini, tiba-tiba mbak-mbak arek Surabaya yang tadi, kembali menyambangi kami lagi (kayaknya mbaknya ini suka sama saya deh *GUBRAK! GR BANGET, hahaha). Kami ngobrol gitu deh, sekarang lebih personal lho, seperti Tanya makanan kesukaannya apa, warna favoritnya apa, ukuran sepatunya berapa, dan ukuran-ukuran lainnya (*stop sampai di sini berpikir tentang ukuran-ukurannya!!! wakaakakak)

Jarum jam pun menunjukkan angka 12, bersiap diusir pak satpam karena memang sudah memasuki jam istirahat, kamu pun bergegas meninggalkan museum ini. Sebelum keluar, kami sempat mengobrol dengan librarian-nya perpus ini. Setelah ngobrol ngalor ngidul ngetan ngulon bahkan munggah midhun, kami terkejut ternyata beliau satu trah dengan kami. Karena sebenarnya bapak Kasiman (*itu nama bapaknya, kayak nama puasa Senin-Kasiman eh Kamisan, hohoho) ini berasal dari Wates lho (cihuiiiiii…….bertemu orang Jogja, jadi kalau kehabisan uang bisa nebeng pulang sama bapak Kasiman ini, hhehehe).

Nah, sebelum keluar dari gedung (hadududu dari tadi kok g jadi keluar-keluar yaa? Wakakak begitulah kenyataannya), ternyata terdapat papan testimony. Jadi itu semacam kertas kosong yang terdapat pada papan dan itu digunakan untuk menuliskan kesan,pesan,saran tentang Museum KAA ini. Kami pun menulis dan secara naluri narsis, kami juga menuliskan alamat blog kami, hohoho. Lalu, kami pun juga berfoto di depannya.

* oh ya kami lupa menanyakan nama mbak-mbak arek Surabaya tadi tu, hadudu menyesal. Y_Y


4. Jalan Braga (Bandoeng Tempo Doeloe)

Well, setelah mendapat info dari perpus tadi, kami pun berusaha untuk mengobok-obok Bandung. Dan lokasi yang terdekatnya adalah sini. Di sini (abstrak banget ya ?) di Jalan Braga (Bandoeng Tempo Doeloe), adalah suatu tempat yang menonjolkan sisi bangunan-bangunan kuno gitu. Heritage masa Belanda masih dijaga sampai sekarang. Di sini juga banyak ditemui lukisan-lukisan yang cukup unik. Pokoknya sini bagus deh untuk pre-wedding dengan tema zaman dulu/jadul/retro gitu lah. (*lah, tiba-tiba og nyambung ke sana). 1 hal penting yang kami lakukan di sini adalah masuk ke toko buku dan sok-sokan membuka-buka buku dengan seksama (padahal yang kami lakukan adalah HANYA membuka-buka peta Bandung dan memotretnya dengan gratis, hahaha maaf Bapak penjual)

* di sini selain memotret peta Bandung secara gratis, kami juga membeli baterai kok, soalnya di sini juga kami membuat video klip kami pertama. hahaha


5. Museum Siliwangi

Sukses mengambil potret peta di toko buku tadi, kami menjadi sedikit paham tentang jalan-jalan yang ada di sini. Lantas kami berjalan menuju Museum Siliwangi. Tatkala di tengah perjalanan, kami melewati cafe yang sering disinggahi oleh para musisi Bandung, namanya Classic Rock Café. As usual, kami berfoto ria di sini dan melanjutkan perjalanan, Hohoho. Sekitar 500 meter, Hore….kami tiba juga di Museum Siliwangi.

Tapi di luar dugaan, suasana di meja resepsionis sangat sepi, tak tampak satu pun batang hidung para penjaganya (heh, bahasanya ngawur, tempatnya tentara lho di sini). Oh maaf, Berarti bahasanya gini aja, “tak tampak sedikit pun serbuan kumis nan garang dari para prajurit bangsa menghampiri kami”

*kayak gitu ya ? hohoho. Karena berpikir petugasnya ada di lantai atas, kami pun berinisiatif masuk ke gedung museum untuk mencari petugasnya. Setelah clingak-clinguk mencari dengan susah payah bahkan sampai bersimbah darah (*lebay…madu *lho?) dan kami pun mulai putus asa, nah, lantas kami memutuskan untuk berfoto ria di dalam museum sembari mengobati keletihan kami. (hahaha, narsis lagi deh).

Lantas dari kejauhan terdengar suara bapak-bapak dan ibu-ibu, dan kami beranggapan itu adalah para petugasnya. Setelah turun kembali ke meja resepsionis, kami menjumpai 2 orang petugasnya yang segera menanyai kami “dari mana dek? Kok masuk tanpa izin ?”, dan saya pun ngeles, “oh maaf pak, kami pikir petugasnya ada di atas, dan ternyata setelah kami cari kok g ada” (aman….aman ^^)
Kami pun akhirnya dipersilahkan untuk mengisi buku tamu dan menitipkan tas kami. Kemudian saya refleks bertanya “Boleh bawa kamera pak?”, dan bapak yang serem menjawab dengan garangnya laksana Macan Siliwangi yang sedang eek kemudian diganggu oleh kancil (jelek banget), “G boleh! Di sini dilarang mengambil gambar !”

(* Lah ? tadi saya dah ambil gambar lho pak, hadudu. Berarti tadi kami berfoto illegal dong) itu ungkapan dalam hati saya, wakakakakaakk.

Lalu ibu-ibu tadi mengantarkan kami masuk ke dalam museum. Lho lho lho keanehan terjadi sehingga Lagi-lagi saya bingung dan bertanya. “Bu, pintu masuknya bukan yang di sebelah sana tadi ya ?”, ibu itu pun menjawab, “Bukan Dek, kalau yang di sana tadi adalah jalan keluarnya”. CENTEEENGGGGGG…. …..TIUNG……DHUER…..GUBRAK !,

* 2 kesalahan kami buat berarti yaitu foto illegal dan masuk lewat pintu yang salah dan tanpa izin pula. hadududu

Karena tadi membuat kesalahan yang lumayan fatal, di dalam museum ini pun kami tidak merasa nyaman, di otak kami Cuma tertanam doktrin “segera pengen keluar dari sini dan cabut dari tempat ini karena takut kamera kami yang ditinggal dalam tas dicek oleh petugas dan menemukan foto kami di dalam museum”. 10 menit kemudian kami berhasil keluar dari tempat ini dan buru-buru meninggalkan museum ini.

Sekitar 7 langkah sebelum gerbang jalan museum dan kami sudah berasumsi bahwa kami selamat dari terkaman Macan Siliwangi (sebutan untuk bapaknya yang serem tadi), tiba-tiba kami dipanggil oleh bapaknya, begini percakapannya :

Bapak Serem Yang Kami Sebut Macan Siliwangi (BSYKSMS) : “Dek !”
Kami (K) : “Iya pak?” (dengan ketakutan tingkat tinggi karena takut diterkam, huhu)
(BSYKSMS) : (Cuma menatap kami dan bergerak menuju kami)
(K) : “Ada apa ya, Pak ?” (saya sudah siap mengaku salah bahwa sudah berfoto illegal dan mencoba menyiapkan argument pembelaan)
(BSYKSMS) : (sembari tersenyum) “Ga papa kok dek, Cuma mau memberitahu, kalau pengen foto-foto di sebelah sana dek, di dekat tank itu (sambil menunjuk tank di kejauhan)”
(K) :CENTEEENGGGGGG…. ..TIUNG……DHUER…..GUBRAK !, Fiuuuh………kirain mau diinterogasi e pak, hadududu

Setelah puas berfoto ria di deket tank, kami segera meninggalkan tempat serem ini. Biar cepet pengennya sih saya lari, tapi takutnya malah ntar mencuriga…..dul deh, hohoho.

* konon kabarnya, macan yang ada di museum Seiliwangi ini adalah macan betulan lho



6. Masjid Lautze-2

After shocking incident menimpa kami siang tadi, kami memutuskan untuk solat terlebih dulu. Sekalian untuk menenangkan diri lagi lah. Hehehe. Solatnya di masjid yang g biasa ni, solatnya di Masjid Lautze-2, yah masjidnya berembel-embel nama Cina gitu deh. Ornament-ornamen di luar masjid ini juga berasa Cina-cina gitu deh (lantas yang teringat langsung teman saya nak 64, tau kan? hahaha). Solat (tentunya tetap solat seperti biasa, bukan njuk pake bahasa Mandarin gitu, hehehe), istirahat bentar, baca peta, nyentang list daftar tujuan. Dan berangkat lagi lah kami….tapi baru jalan berapa menit dan melihat rumah makan elit (*padahal Cuma warung gitu, hehehe), system syaraf sensorik dan motorik di dalam perut kami mengirimkan pesan kepada otak untuk menginstruksikan kepada kaki segera mengambil ancang-ancang untuk menuju tempat itu. Hehehe karena sudah tak tertahankan, berhentilah kami di Jalan Sumatera (tak terasa dah nyeberang pulau lho, halah), dan menikmati makanan.

* maemnya lumayan murah tapi enak lho (ya iyalah enak, semua itu enak ketika kita lapar, hehehe)



7. Taman Lalu Lintas

Seusai makan dan memberondong pertanyaan tentang lokasi dan denah ke pak penjual makanan tadi, kami bergegas menuju Taman Lalu Lintas, setelah 15 menit berjalan, kami akhirnya menemukan lokasi ini. Tamannya cukup unik karena di dalamnya memang terdapat rambu-rambu, tanda, petunjuk jalan , peraturan, dan semua dedengkotnya yang berhubungan dengan lalu lintas. Tapi sial, karena sudah jam 2 kami g bisa masuk karena dah tutup. Alhasil kami hanya mengitari taman tersebut dan mengambil foto dari jarak jauh. Hehehe

* Taman ini dibangun oleh Ade Irma Nasution (masih ingat kan dengan sejarah? Itu lho anaknya Jenderal AH Nasution yang selamat waktu serbuan PKI). Selain itu, kami juga sempar berjalan di sekitar taman ini dan menemukan SMA 3 Bandung (waktu studi banding dulu saya pernah ke sini), dan ide jail pun merasuki jegu yaitu memotret para siswi Neng Geulis SMA ini yang masih menunggu datangnya jemputan. hahaha



8. Gedung Sate

Akhirnya sampai juga di puncak hari ini (yah, karena memang gedung sate lah tempat tertinggi yang bisa kami capai selama perjalanan ini, hehehe). Setelah naik angkot dari SMA 3 Bandung tadi dan lagi-lagi bertemu dengan beberapa Neng Geulis khas Bandung, kami sampai juga di Gedung Sate. Niat awal kami di sini sih Cuma foto-foto di luar aja, tapi ternyata Allah itu memang baik. Dia mengizinkan dan memberikan jalan yang indah. Sekedar info, Gedung Sate notabene hanya bisa dikunjungi oleh para pejabat maupun masyarakat umum dalam bentuk rombongan, itupun harus dengan surat pemberitahuan dan sekiranya di Gedung Sate juga sedang tidak ada acara. (*nah lo, ribet juga kan mau masuk Gedung Sate aja).

Kami merasa termasuk orang beruntung karena dengan sangat tidak sengaja bertemu dengan mbak-mbak yang nantinya akan menjadi pelengkap cerita di Bandung ini dan memberikan kenyataan yang cukup mencengangkan (* halah, lebay….). begini ceritanya :

Setelah puas foto-foto di luar dan bahkan membuat video klip kami yang kedua dan ketiga, aku dan jegu semakin dekat dengan pintu Gedung Sate. Dengan rasa ingin tahu yang menggebu, saya ingin masuk gedung itu. Namun, spontan (uhuy…) Jegu mencegah saya karena memang penjagaannya lumayan ketat. Lantas, tiba-tiba datanglah mbak-mbak berkerudung yang langsung menemui sang security dan berusaha untuk meloby, bernegosiasi, tawar-menawar (mas…1 kilonya berapa? 5 ribu aja ya, masak g bisa kurang, haduh bukan kayak gitu). Setelah 2 menit berargumen dan debat panel, akhirnya mbak-mbak itu (sepertinya) berhasil. Lantas, dengan iseng saya bertanya :


Saya Ganteng (SG) : “Permisi Mbak, Mbaknya bisa masuk ke dalam ya?”
Mbak Berkerudung (MB) : “Iya sih kalau saya, tapi g tau kalau Masnya”
SG : “Berarti harus Tanya security nya dulu ya mbak?”
MB : “Iya Mas, dicoba aja dulu”
SG : (dengan sangat berharap dan dengan mata berkaca-kaca *halah) “Gimana kalau saya ikut mbaknya aja ?”
MB : “Oh, mau begitu? Ya udah g papa, mari-mari”
SG : “Yuhuuu……Makasih Mbak ! ^^”


Kemudian saya (dan tak lupa jegu juga) nginthil di belakang mbaknya, setelah bercakap-cakap dengan security lagi, akhirnya kami berempat diizinkan masuk ditambah guide pula (karena pak satpamnya juga ikut, hehehe). Nah, karena merasa sudah dibantu masuk dan untuk (sok-sokan) jadi akrab sekaligus punya teman di Bandung juga, saya pun mengajak mbaknya dan masnya untuk berkenalan :

SG : “Oh iya Mbak, kita belum berkenalan, nama saya Fredo” (dengan senyum lebar nan dahsyat, hahaha)
MB : “Oh iya Mas, nama saya Dewi” (bales senyum juga, *ya iyalah, masak dibales smash, emang badminton)
SG : “Ini juga teman saya Mbak Dewi, namanya Jegu eh Yanu”
Jegu (JG) : Yanu !
MB : “Oh iya, Dewi ! Ini juga saudara saya, namanya Sigit”
Sigit : Sigit !
(kami berdua menyalami Mas Sigit, dan percakapan lain juga dimulai)
MB : “Oh iya kalian dari mana?”
SG : “Kami dari Jogja mbak”
MB : “wah kebetulan banget, Sigit ini juga dari Jogja lho”
SG : “weleh…….sa’trah jebule” (keluarlah bahasa asli saya, hehehe)


Wah.wah.wah kebetulan yang tak dinyana, karena sama-sama Jogja, kami pun merasa cukup dekat dengan 2 orang ini. Cuma butuh waktu 15 menit untuk membuat kami berjalan akrab dan bahkan foto bersama, hehehe…

Oh iya tentang Gedung Sate sih, intinya bagus banget Gedung ini, semacam Kraton Jogja, Cuma di sini lengket banget gaya arsitektur Moor (Spanyol) dan Siam (Thailand). Lantai 1 ada ruang pegawai gitu dan ada venue pameran gamelan dan kecapi gitu. Dari Lantai 1 kita langsung ke Lantai 4 dengan menggunakan lift lho (keren banget kan? Gedung kuno ada lifnya, kata Bapak security nya sih emang dari awal pembangunang gedung ini, sudah dipersiapkan space yang dibiarkan kosong oleh para arsiteknya *sebuah pemikiran jangka panjang yang hebat, batin saya). Di lantai 4 ini isinya tentang Bandung, sejarah Gedung Sate, foto gubernur, dll.

Beranjak dari lantai 4, kami pun naik ke Lantai 5 yang merupakan puncak dari Gedung Sate. Sumpah ! Keren banget pemandangan dari sini, dapat terlihat jelas seluruh penjuru Kota Bandung, Gunung Tangkuban Perahu, Lapangan Gazibu Monumen Perjuangan (next destination, hehehe), dll. Setelah kami perhatikan, ada hal menarik di sini. Ternyata eh ternyata Monumen Perjuangan-Lapangan Gazibu- Gedung Sate- Gunung Tangkuban Perahu terletak dalam 1 garis *Ciadow, kerennya……..mirip dengan garis imajinernya Jogja juga yakni Parangtritis-Panggung Krapyak-Kraton-Tugu-(Rumah saya *ngarep banget, hehehe)-Gunung Merapi.

Puas berfoto ria di sini, terdengar dari jauh sayup-sayup adzan, kami pun turun dari Gedung Sate melalui tangga. Sembari kembali melihat-lihat isi gedung yang terbilang mewah, kami pun diajak menghampiri ruang dinas gubernur dan wakil gubernur (Dede Yusuf lho, bukan Dude Herlino, atau bahkan Dodo Alfredo hahaha ^^). Foto-foto sebentar kemudian turun ke lantai dasar, dan selesailah tour d’Gedung Sate. Kami pun pamit dari hadapan security yang tenyata bernama Pak Supri dan berasal dari Purworejo *Gubrak ! sa’trah juga sebenarnya.

Keluar dari Gedung Sate, Mbak Dewi pun mengajak kami untuk ke Monumen Perjuangan. Tanpa ba bi bu, kami mengiyakan terus kemudian juga langsung meralat dan berkata, “Wah, maaf mbak, kami mau solat dulu” (*iya dong, bersyukur dulu), hehehe. Terus Mbak Dewi BILAng, “Oh yaudah, sampai jumpa kapan-kapan lagi !”. “Oke Mbak !” (dan entah kenapa, kata-kata “sampai kumpa lagi” terasa benar-benar dekat, karena kami ketemu lagi keesokan harinya, tunggu aja ceritanya, hehehe).
Setelah pisah ranjang dengan Mbak Dewi *ceileh, kami segera menuju musola terdekat untuk menunaikan ibadah solat Ashar, setelah bertanya total 3 kali, kami akhirnya menemukan musola di gedung DPRD Bandung. Solat, menyelonjorkan kaki, dan juga ngecharge baterai hpnya jegu pun kami lakukan di musola tersebut.

* oh iya di Gedung Sate ada teropongnya juga lho, jadi bisa ngeliat orang yang lagi berada di Monumen Perjuangan. Padahal jaraknya sekitar 1 km. hohohoo


9. Lapangan Gazibu

Dirasa cukup memenuhi baterainya, kami pun segera bergerak lagi menuju Lapangan Gazibu. Berjalan sekitar 150 meter, akhirnya kami sampai juga di Lapangan Gazibu. Tak banyak yang bisa dilihat di sini, yah, lapangan ini semacam alun-alun kalau di Jogja, Cuma di sini g ada Kratonnya, Masjid Agungnya, dan pohon beringinnnya *ya iyalah, kalau ada berarti ini namanya alun-alun Jogja, hohoho. Di sini kami Cuma duduk-duduk dan sesekali berfoto ria, terkadang juga iseng motretin Neng Geulis yang sedang olahraga. Hohoho

* pemandangan di sini cukup bagus, apalagi pas background langitnya biru, wahwahwah……..


10. Monumen Perjuangan

Melewati taman kota yang kayaknya dikelola Telkom, menyeberang jalan di tikungan Telkom yang lumayan susah. Hadududu. Akhirnya kami sampai juga di Monumen Perjuangan. Monumen yang menurut kami cukup megah dan spektakuler. Sumpah ! monument ini bikin jatuh cinta, monument yang identik dengan warna putih (fiber atau asbes atau semacam bahan eternity gitu) yang dihiasi dengan Burung Garuda berwarna coklat kehitam-hitaman, menambah daya pikat monument ini, hohoho. Best picture-nya Bandung dah pokoknya

* sekitar 20an foto kami rilis di sini, hehehe sumapah keren tenan ki, hahaha :D


11. Universitas Padjajaran

Selepas terkagum-kagum dengan Monumen Perjuangan, kami segera beranjak menuju Universitas Padjajaran yang berada di seputaran Monumen Perjuangan. Yah, Cuma foto-foto sih di sini. Jan g ada gawean tenan og, foto di tulisan UNIVERSITAS PADJAJARAN gitu, hohoho

* selama proses pemotretan, susah banget nyari gambar yang bagus lho, karena motretnya nyeberang gitu. Jadi sesekali pasti ada kendaraan yang lewat, hadududu



12. D A G O (Tulisan Gede)
Well, berhubung sudah jam 5an sore, kami segera memberesi diri untuk bersiap meninggalkan UnPad, lalu bersiap menuju DAGO. Yah, daerah DAGO terkenal dengan distro-distronya yang pating tlecek tersebar berserakan di jalanan Bandung. Karena pertimbangan anggaran, kami pun hanya melewati tempat ini dengan biasa saja.

Tujuan utama kami adalah tulisan gedhe D A G O yang berada di bawah jembatan layang dan berwarna merah merona. Di situ kami akan mengambil foto kami dan menanti teman kami yang bernama Yoga a.k.a Icikok. Setelah melewati, menjelajahi sepanjang 3 km Jalan Dipati Ukur dan sekitaran Jalan Dago, akhirnya kami sampai juga di tulisan itu. Temu kangen sejenak dengan Icikok, berfoto, dan kemudian meminta izin untuk nginep di rumahnya, hehehe, dan akhirnya boleh !

* sebenarnya tadi kami kejauhan jalannya, karna sebenarnya ada jalan pintas dari UnPad menuju Dago yang panjangnya Cuma 700 meter, hadudu kan g tau T_T


Dari Dago, kami naik angkot untuk menuju rumah buleknya Icikok yang letaknya di daerah Antamani gitu. Ternyata tempatnya jauh, sekitar 10an km gitu dari Dago. Setelah naik angkot 3 kali dan bertemu dengan Neng Geulis (yang ini beneran lucu^^), sampai juga kami di gerbang perumahannya Icikok. Kami pun dijemputnya dan diajak beli bakmi Jogja “Plengkung Gading”. Setelah itu, pulang ke rumah, mandi, makan, dan nonton Gita Gutawa (baca: istrinya Alfredo-.red), dan tidur…….

* buleknya Yoga itu baik lho, punya 3 anak gitu, 2 cewek, 1 cowok. Terus pembantu yang saya kira anaknya juga berwajah lumayan lucu (kata Jegu lho)





(oh iya, kayaknya ini edisi notes yang paling panjang dari yang pernah saya buat, jadi sabar ya bacanya......hehehe)


My seventh task on 2010
10th of Februry, 06.11-10.00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar