Selasa, 06 September 2011

kematian dan kisahnya...

Siapa yang paling dekat dengan kita ?


Well, Kalau ada pertanyaan seperti di atas, apa jawabanmu wahai kawan ? Mungkin sebagian besar jawaban kita adalah orang tua, pacar, sahabat, teman dekat, baju kita, handphone, laptop atau bahkan mungkin stick PS. Yap, itulah realita yang memang terjadi di kehidupan sebagian besar anak manusia, termasuk saya. Ya mau gimana lagi, rutinitas kehidupan zaman sekarang memang secara tidak langsung menjauhkan kita semua dari namanya AGAMA.

Oke, meskipun tidak secara gamblang dan bukan maksud menggeneralisasi kawan-kawan semua, jawaban kawan-kawan akan mengarah kepada pilihan kata yang di atas saya sebutkan kan ? Padahal menurut Imam Syafi’I, sebuah paradoks yang menohok kita semua, yang paling dekat dengan kita adalah KEMATIAN…

Oke, saya belum sepaham dan sepintar pak ustad yang pagi-pagi jam setengah 6 di trans tv dalam hal untuk menjelaskan dalil-dalil mengenai agama. Saya hanya akan bercerita mengenai “wabah” kematian yang melanda kampung saya akhir-akhir ini. Bagaimana tidak saya katakan “wabah”, adanya 10 kematian dalam waktu 1 bulan dengan tempat tinggal sang jenazah di sekitar rumah saya ini sungguh mengerikan. Seremnya Malaikat izrail ini, huhuhu.

Mbah darmo, bu tanto, mbah michael, pak parno, dan sederet nama tetangga saya lainnya adalah orang-orang yang saya kagumi dalam kesehariannya. Diantara nama itu, jelas yang paling membuat saya terkesan adalah seorang Mbah Michael. Memang, nama mbah ini sangatlah modern jika dibandingkan dengan nama-nama simbah lainnya. Namun, ada sebuah sumber mengatakan bahwa nama ini disematkan kepada beliau karena kegaulannya selama masa mudanya. Usut punya usut, nama asli beliau adalah mbah Darmo.

Semoga arwah beliau diterima di sisi-Nya.


Jujur, banyak hal dan ilmu yang dapat diperoleh dari Beliau. Keriangannya, kesupelannya, keusilannya mengganggu adik-adik kecil, dll adalah potret kehidupan sehari-hari beliau. Semangatnya dalam bekerja, keaktifannya dalam mengikuti acara masyarakat meskipun tertatih berjalan dengan tongkatnya, adalah sebuah passion yang hebat menurut saya. Ketekunannya dalam menjalankan ibadah, tentunya solat berjamaah yang sering sekali menohok saya dalam masalah kehadiran solat subuh berjamaah adalah cuplikan hidup beliau yang mengagumkan. Sungguh, beliau adalah pribadi yang menyenangkan.


Ya Allah, lapangkanlah kuburnya, mudahkanlah hisabnya, dan pertemukan kami di surgamu yang indah


Namun, siang tadi selepas saya memandu acara karnaval, tepat jam 13.20, saya lewat di sebuah gang rumah saya dan melihat terdapat sebuah tenda tratak yang biasa digunakan untuk sebuah acara besar di kampung saya. Kebingungan menyeruak dalam benak saya, bertanya pada hati kecil, ada apakah gerangan yang terjadi ? saya pun bergegas menuju rumah saya, dan bertanya pada bapak, “Pak, ada apa? adakah yang meninggal ? siapa ?”. Bapak pun menjawab singkat, “Mbah Michael”. Saya pun terperangah, tercekat dengan nama yang disebut bapak. Sepertinya baru 4 hari lalu saya iseng mengajak Mbah Michael untuk cepet-cepetan jalan ketika keluar dari masjid, sepertinya baru minggu lalu beliau memegang erat tangan saya dan menarik saya ketika kami berada di persimpangan jalan, sepertinya baru bulan lalu beliau menginjak sandal saya sehingga saya harus bersabar telah dikerjain oleh sang simbah ini. Lah kok, siang tadi sudah pergi, pergi ke tempat yang abadi, dan tak akan kembali…


Ampunkanlah segala kesalahan dan dosa Beliau ya Allah…


Mbah Michael, mbah Darmo, Pak tris (masih ingat kawan?), adalah sosok-sosok pahlawan kemerdekaan tempo dulu, yang kini tinggal berharap kepada generasi mudanya untuk mengisi kemerdekaan dan membangun negaranya dengan luar biasa. Simbah-simbah ini sering berpesan kepada saya untuk menjadi orang yang sukses, orang yang membahagiakan orang tua dan kampung ini, orang yang bisa membangun negeri ini dengan tangannya. Itulah harapan orang-orang mulia ini. Sungguh sangat mengena…



Saya tidak menangis kok Mbah, hanya saja saya sangat menyesal karena tak sempat minta maaf atas keisengan saya kepada Mbah…


Wahai para kusuma bangsa, semoga perjuanganmu terus bergelora, menjelma menjadi candu perjuangan bagi kami para generasi muda. Terima kasih sudah mengajarkan kepada kami, bagaimana cara mensyukuri nikmat-Nya, membahagiakan perasaan sesama, dan terus memimpikan hal luar biasa ditambah dengan usaha tanpa putus asa. Semoga kami menjadi orang yang sukses seperti yang kau harapkan dulu. Maaf, kami belum mewujudkannya sekarang, padahal kami sangat ingin membuktikannya padamu di saat kau masih hidup. Istirahatlah yang tenang di alam sana wahai para kusuma bangsa… Izinkanlah kami berjuang…




*tribute to Mbah Michael atas segala keisengannya.. T_T



My eightth (twenty seventh) task on 2011
22th of April 2011
20.35-21.30

2 komentar:

  1. semangat mas alfredo, ga tua, ga muda sudah ada jatahnya untuk kembali ke asalnya...
    btw, nice story. terharu aku mas...

    BalasHapus
  2. woke woke...
    terimakasih dimas
    hahaha
    :D

    piye kabare bro ?

    BalasHapus