Rabu, 07 Desember 2011

Kisah para pencari perizinan yang luar biasa (merana) part 1

Bukan bermaksud apa-apa, hanya ingin sedikit bercerita mengenai apa yang kami rasakan, kami lalui, dan kami hadapi selama mencari perizinan di Jawa Timur. Kisah miris, kisah seru, kisah tragis, kisah senang, dan mungkin kisah menantang, kami rangkum selama berada di Jawa Timur, tepatnya di Surabaya, kota pahlawan yang memberikan cerita kepahlawanan bagi kami, tentang bagaimana nikmatnya berkorban bagi orang lain. Dan semuanya berawal dari sini, sebuah kisah klasik di hari senin, 27 Juni 2011... let’s check it out, our best story that have given many thing to us... oh iya kami belum mengenalkan diri, ada 4 personel beatbox di sini yaitu fredo, ardha, ansori dan eko... :D


first day

Perjalanan pada dasarnya dimulai pada minggu, 26 Juni 2011 pukul 21.00 dan kumpul di kosnya ardha. Sedikit kesulitan kami lalui, karena kami kekurangan tim pengantar ke jembatan janti, yang pada awalnya kami plot yaitu dendi, vicky, bima, galih, dan billy. Namun, setelah diingat-ingat ternyata dendi sudah pulang ke Kalimantan, hehe maaf den. Dan sebuah musibah menghampiri saudara kita semua, yaitu bima yang ternyata paginya anak ini mengalami musibah karena jatuh dari motor. Ckckck *cepat sehat ya bim...

Setelah jarum jam menunjukkan pukul 22.00, akhirnya kami berangkat menuju jembatan janti. Setelah menerjang jalanan malam kota jogja, kami pun sampai di emperan jembatan janti. 1 menit 2 menit hingga 15 menit bus tak kunjung datang, kami pun mulai bosan dan segera berbuat keonaran dengan salah satu objek favorit, yang tak lain adalah saudara eko... hehehe. 3, 4, dan 5 bus pun datang, namun semuanya penuh sesak oleh ribuan penumpang *lebay, kami pun setia menunggu datang datangnya bus yang luang dan siap kami jejali. Setelah menunggu sekian lama, akhirnya datang juga sang ratu “Mira”. Kami pun menyambutnya dengan penuh suka cita dan naiklah kami... dadah kawan, makasih tumpangannya...

Setelah berada dalam bus, kami segera mencari tempat duduk, dan akhirnya didapat formasi fredo-ardha dan eko-ansori. Sang eksekutor atau kondektur pun datang menagih biaya perjalanan yang ternyata setiap orang hanya dihargai 38ribu. *sakit, sangat sakit, betapa hinanya kami sehingga hanya dihargai 38ribu coba ? ckckckck *lebay :D

Penumpang datang silih berganti, lambat laun bus ini mulai dijejali dengan penumpang, bahkan penumpang yang berdiri pun terlihat sesak memenuhi lorong di dalam bus. Bahkan sang kondektur pun rela berdesakan dan bersembunyi lanjut menyelip diantara ketek para penumpang, ckckck pengorbanan mencari nafkah bro ! J

Kejadian menarik mulai terjadi ketika tengah malam, kata ardha di sela-sela tidur yang separo terjaga, ardha melihat bahwa saya dengan pedenya berhiphop ria selama beberapa detik (padahal saya sedang tidur), dan ardha pun tertawa melihat saya... *mungkin waktu itu saya bermimpi saya sedang mengadakan konser dan hampir seluruh penumpang bus ikut berjoget, wkwkwk

Setelah perjalanan yang cukup melelahkan dan panjang yakni sekitar 7,5 jam. Akhirnya kami sampai juga di terminal Surabaya. Terminal ini berada di pinggiran daerah Surabaya (tapi sampai sekarang, saya masih ga percaya kalau daerah ini sudah masuk Surabaya, karena apa, karena di sekitaran daerah ini tulisan daerahnya masih menunjukkan tulisan Sidoarjo-Waru, lah mana surabayanya coba? hihihi)

Setelah sampai, kami pun bersiap untuk membersihkan diri, dan lagi-lagi seorang eko menjadi pusat perhatian, karena pada awalnya dia mengatakan bahwa dia tidak akan mandi *padahal sumpah, wajahnya itu terlipat-lipat karena mungkin selama perjalanan, wkwkwk lucu sekali

Kemudian kami mulai bergerak menuju ke kota Surabaya, namun, kata ansori kita perlu foto-foto dulu ni, dan akhirnya kami berpose sebentar di terminal Bungurasih. Dan catatan sejarah kami pun terpatri dalam frame lensa yang menawan.

Setelah bertanya beberapa kali kepada petugas terminal, akhirnya kami menuju ke Jalur 3 dengan sasaran bus dengan nomor punggung eh nomor bus P5. Kata bapak petugasnya bus ini dapat langsung menuju ke Tugu Muda/Tugu Pahlawan. Dan di sekitar tugu pahlawan, katanya ada kompleks kantor pemerintahan, begitu bapaknya bilang.

Perjalanan cukup pendek yaitu sekitar 30 menit pun kami lalui, ardha dan ansori kembali terlelap dalam tidurnya. Eko sibuk mengamati jalan dan saya sendiri senang mengamati penumpang lain. Namun, sayang, saya belum beruntung karena tidak menemukan anak SMA atau anak kuliahan yang dapat dijadikan objek untuk melakukan riset perbandingan wanita di Surabaya dan kota-kota lainnya *gubrak ! LOL . dan sebagai gantinya saya hanya mengamati ibu-ibu dan bapak-bapak yang saling berlomba naik-turun dari bus. *entah kenapa mereka saling berlomba ? ckck

Sesampainya di Tugu Pahlawan yang ternyata ga ada pahlawannya, Cuma tugu doang *wkwkwk gojek kere, kami segera mengelilingi tugu tersebut. Karena kami belum juga menemukan dimana letak kantor pemerintahan. Setelah berfoto sejenak, kami pun akhirnya menemukan gedung pemerintah yang berstempel eh berlogo pemerintah provinsi. Kami pun bergegas menuju ke sana, namun anehnya terdapat hal yang curigai, yakni tulisan nama kantornya bukan kesbangpolinmas tetapi berupa bappeda. Nah, akhirnya kecurigaanmu pun terbukti setelah kami bertanya kepada satpol PP yang bertugas di daerah tersebut. Bapaknya bilang bahwa daerah tersebut berada di daerah Taman Makam Pahlawan Mayjend Sungkono, kami pun syok, weleh deleh, ternyata bukan di sini (begitu kata hati kami)...

Setelah mendapat arahan dari pak satpol PP *bukan karena kita operasi malam lho, wkwkw ;p. Kami pun bermusyawarah terlebih dahulu, dan diputuskan bahwa kami akan membagi 2 tim ya itu fredo-ardha ke kesbangpol dan eko-ansori menuju perhutani. Dan kami mulai pisah ranjang... *hasyah

Satu hal baru kembali saya pelajari di sini, penyebutan angkutan bus kecil atau kata orang Bandung dibilang angkot, orang Jogja bilangnya tempelan atau kobutri, eh orang jatim/surabaya punya sebutan tersendiri, mereka nyebutnya LYN... *tanya kenapa ?
Gara-gara penyebutan angkot yang baru tadi, ketika diberi arahan oleh satpol PP yang menyuruh kami untuk menyetop LYN DA. Berulangkali saya memastikan kepada petugas satpol PP tentang penulisan angkutan tersebut. Dalam bayangan saya, di tubuh bus tersebut tertulis tulisan LEN DA, LENDA, ln DA, ya pokoknya terdapat tulisan nyata kosa kata “LEN DA”. Ternyata eh ternyata, LEN adalah kata yang berarti angkutan.... *gubrak ! dan yang aneh adalah penulisannya pun bukan “L E N” tapi “L Y N”... *piye cobo ?

Eko-ansori yang berpisah dengan kami, menggunakan Lyn N untuk menuju Perhutani, setiap kali terdapat progress mereka selalu melaporkan kondisi kepada kami. Dan mereka dengan sombongnya melaporkan bahwa mereka sudah tiba di Perhutani dan bersiap masuk. Padahal kondisi ardha-alfredo baru saja masuk angkutan dan berputar-putar terlebih dahulu di seputaran kota Surabaya *gubrak

Setelah naik LYN DA, saya kembali melakukan pengamatan terhadap penumpang. Nah, sekarang ada 2 orang karyawati toko yang masih muda, umur ditaksir antara 20-23 tahun. Sebenarnya ga ada yang menarik di antara 2 karyawati ini, tapi karena ga ada penumpang lain yang lebih menarik, kami pun hanya mengamati 2 orang ini dan kesimpulannya tidak ada yang menarik dari mbak-mbak ini *LHO ? Piye to iki ? –a

Setelah beberapa saat, datanglah mbak-mbak yang mirip Laura Basuki (dari samping), tapi dengan sedikit kelebihan unsur Cina-nya, jadi mbak ini tak lagi mirip Laura Basuki. Namun, senyumannya cukup mirip sih dengan mbaknya. Saya pun sempat menegur mbaknya, dan mbakya pun bilang “iya mas” *sesaat, angkutan tersebut berhenti bergerak, dan tiba-tiba muncul pelangi di sebelah selatan angkutan, angin pun berhembus kencang, meniupkan bait-bait manis atas nama cinta yang berkecamuk dalam untaian yang terus mengalun tanpa gerakan tambahan... *lebay

Orang-orang Surabaya ternyata cukup ramah dan baik-baik ya, meskipun saya tak bertanya langsung kepada beliau-beliau, tetapi setiap kali saya berdiskusi kebingungan dengan ardha, selalu saja ada yang menyahut dan membenarkan arah/alamat yang kami diskusikan, entah itu ibu-ibu, mbak-mbak berumur 25an tapi masih cantik, atau ibu-ibu yang lagi menggendong anaknya, dan pada akhirnya kami tidak tersesat. Terima kasih warga Surabaya...

Sempat di tengah perjalanan, saya ditanya oleh-oleh, eh oleh sama ibu-ibu, beliau bertanya, “dari mana, Mas?”, saya pun menjawab dengan bahasa khas, “saking Jogja, Bu”, ibunya lagi, “woalah dari Jogja Mas, berarti wong Jogja no? Nek kula arek Surabaya Mas”, saya, “hehehe nggih Bu” *bingung akunya, hahaha J

oke, setelah “puas” berputar-putar dengan “Lyn DA”, kami segera bergerak menuju Kesbangpol Jawa Timur, melewati sentra junk food ter”junk” di seluruh dunia, kemudian jalan menuju tol yang super dueper panah, kami pun segera memasuki Jalan Putat Indah... *semacam nama daerah pemetaan penulis di daerah Gunung kidul... *hadeh –a

sebelum sampai Kesbangpol, kami sempat nyasar di markas Angkatan Udara yang saya kira adalah Kesbangpol. Terus bapaknya bertanya, “La po mas ?”, dan dengan pedenya saya menjawab, “Nggih pak”. Lantas, teman saya yang asli Bojonegoro Jawa Timur, ardha, tertawa terbahak-bahak karena mendengarkan jawaban saya, dia memberitahu arti kata tersebut yang ternyata berarti “Lha arep ngopo Mas ?” *wkwkwk

setelah berjuang keras selama beberapa jam, akhirnya Kesbangpol Jawa Timur kami temukan. Setelah berusaha menata diri dengan kemeja saya yang keren, sepatu yang bercahaya, dan jas almamater UGM yang biasanya dipakai setahun sekali (waktu ospek Fakultas), kami pun segera bersiap diri menemui petugas perizinan. Namun, sebuah kenyataan yang begitu menyakitkan *lebay, kami temui,

ibu-ibunya bilang, “Wah mas, ini harus ada pengantarnya dari Kesbangpol DIY mas”,

saya takjub dan tercekat, seketika langsung menelan ludah dengan backsoundnya yang khas yakni GLLLLEEEEEKKKKK... –a, saya kembali bertanya, “beneran Bu, terus gimana”,

ibunya, “ya masnya harus kembali ke jogja”

saya, “ga ada solusi lain ya Bu, memang kurang ya Bu pakai pengantar dari Jurusan Teknik Geologi UGM” *sedikit memaksa, bahkan pas kata UGM ini bahkan saya tekankan :p

ibunya, “wah ga bisa Mas, kemarin yang dari U GE EM juga ada pengantarnya kok Bu”

saya dengan kata-kata melas, “Bu, bolehkah kami memakai surat ini saja, kami jauh-jauh dari Jogja lho Bu, ga ada akses transport di sini”

ibunya dengan nada kasihan, “ga bisa Mas, yasudah gini saja, Masnya minta tolong temannya di Jogja untuk ngurus”

saya langsung tersengat dan menelpon teman-teman saya....

-saya minta izin keluar dan bergerak dengan efektif dan efisien-



24.bingung... adalah hal wajar yang dimiliki oleh seorang manusia apabila menghadapi sebuah masalah yang berada di luar perkiraan dan batasannya. Hal ini wajar karena justru dengan hal ini mampu menunjukkan bahwa seseorang tersebut mampu berpikir dengan baik...



25. hal pertama yang jelas saya lakukan adalah berkeluh kesah kepada 3 orang saudara saya di Jogja, ada galih, dito, dan hasbi. Namun sayang, ketiganya sedang mengerjakan sesuatu dan terlibat acara keluarga masing-masing. Tetapi di antara ketiga orang tersebut, yang paling dahulu dapat bergerak adalah Dito. Nah, akhirnya saya memasrahkan tugas ke Kesbangpol kepada Dito dengan harapan nanti dia dapat bekerja sama dengan galih maupun hasbi. Mulai dari sms yang berjejar panjang dan telepon, kami memandu Dito untuk mengerjakan surat pengantar tersebut *ini lah pertama kalinya saya meminta bantuan orang secara sporadis melalui telepon, hohoho selamat berjuang Dito dan Galih !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar